Tahta Emas' Tutankhamun, sebuah karya seni yang unik. Kursi berlengan yang mewah dibedakan dari kerumitan tekniknya dan banyaknya detail. Warnanya tidak pudar selama tiga ribu tahun, yang merupakan bukti keterampilan tinggi para pengrajin Mesir kuno.

Singgasana kerajaan terbuat dari kayu yang dilapisi emas dan perak. Itu dihiasi dengan batu semi mulia dan kaca berwarna. Dua kepala singa yang menonjol melindungi tahta takhta sementara lengannya berbentuk uraei bersayap atau ular kobra yang sedang membesarkan yang mengenakan mahkota ganda Mesir dan menjaga nama cartouche raja. Tahta disebut (Ist) dalam hieroglif Mesir setelah nama ibu dewi Isis, yang biasanya digambarkan membawa singgasana di kepalanya sebagai lambang khasnya.

Tahta emas ditemukan pada tahun 1922, oleh Arkeolog Inggris Howard Carter. Ditemukan di bawah tempat tidur pemakaman kuda nil di ruang depan Makam Tutankhamun (1341-1323 SM), Kerajaan Baru, akhir Dinasti ke-18; Lembah Para Raja, Luxor, Mesir.

Tahta tidak hanya berarti penghubung antara dunia para Dewa dan manusia, tetapi juga keagungan, stabilitas, keamanan, dan keseimbangan. Karena raja dianggap sebagai Dewa di bumi, mungkin tidak sulit membayangkan Tutankhamun memaksakan kehendak ilahinya kepada manusia lainnya sambil duduk di singgasana emas ini.

Di belakang takhta; menggambarkan, Ratu Ankhesenamun memegang cangkir salep dan mengoleskan minyak wangi di kerah suaminya dalam adegan khas gaya Amarna, cakram matahari Aten bersinar di atas pasangan kerajaan. Pada saat dibuat, nama mereka adalah Tutankhaten dan Ankhespaaten. Adegan tersebut menunjukkan salah satu adegan paling terkenal dan intim dalam sejarah seni: raja muda tampak duduk dan disuguhi salep oleh istrinya Ankhesenamun. Raja memakai mahkota komposit dan kerah lebar dan ratu memakai mahkota. Tubuh dan wig keduanya bertatahkan kaca berwarna indah dan jubah linen mereka berwarna perak